Inlacin (DLBS3233), Solusi Terbaru bagi Diabetes,
Hasil Karya Anak Bangsa
Inlacin® memperbaiki resistensi
insulin melalui; pengembalian fosforilasi pada reseptor insulin yang tepat
yaitu tyrosine, meningkatkan translokasi GLUT-4 dari sitoplasma menuju membran,
up-regulator PPAR ? sehingga terjadi sintesa GLUT-4 baru, menurunkan TNF-? dan
memberikan afinitas pada receptor yang cukup tinggi.
Resistensi insulin adalah penyebab tersering terjadinya diabetes mellitus. Sebagaimana diungkap penelitian Haffner SM pada tahun 2000 menunjukkan, dari sekian banyak penderita diabetes tipe 2, sebanyak 83% disebabkan oleh resistensi insulin. “Jadi, bisa disebutkan bahwa mayoritas pasien DM tipe dua adalah mereka dengan comorbiditas resistensi insulin,” ujar DR. Raymond R Tjandrawinata, molecular pharmacologist dari PT. Dexa Medica.
Resistensi insulin adalah penyebab tersering terjadinya diabetes mellitus. Sebagaimana diungkap penelitian Haffner SM pada tahun 2000 menunjukkan, dari sekian banyak penderita diabetes tipe 2, sebanyak 83% disebabkan oleh resistensi insulin. “Jadi, bisa disebutkan bahwa mayoritas pasien DM tipe dua adalah mereka dengan comorbiditas resistensi insulin,” ujar DR. Raymond R Tjandrawinata, molecular pharmacologist dari PT. Dexa Medica.
Hingga saat ini, sudah banyak obat-obatan yang bekerja untuk memperbaiki kondisi resistensi insulin pada penderita diabetes. Namun, menentukan obat mana yang paling baik dalam memperbaiki jalur ini memerlukan kejelian dari dokter dalam memilihnya.
DLBS 3233 (Inlacin®)
Inlacin® merupakan agen aktif yang ditemukan di Indonesia oleh scientist Indonesia. Berasal dari cinnamon (kayu manis) dan lagestroemia (bungur). Inlacin termasuk dalam golongan insulin sensitizers, seperti halnya TZDs, dan metformin. “Kenapa Inlacin® masuk dalam golongan insulin sensitizers, karena memiliki efek cardiovascular metabolic,” ujar Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro SpPDKEMD, dari FK. Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Telah dilakukan penelitian in vivo, untuk mengetahui efek dari penggunaan Inlacin®. Dilakukan pada tikus uji yang mengalami resistensi insulin (dilakukan pemberian glucose mukosa untuk meningkatkan level glucose dari 80 menjadi 120). Hasilnya menunjukkan, setelah diberi Inlacin®, level glucose pada tikus uji menjadi normal, kadar glukosa puasa atau pun 2 jam setelah makan.
Karena PPAR-delta juga teraktifasi, kemungkinan besar Inlacin® akan mempengaruhi profil lipid. Dan ternyata benar. Kadar kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserid yang tadinya mengalami pemburukan, setelah diberi Inlacin® menunjukkan perbaikan. Kadar kolesterol total turun, LDL turun, HDL meningkat dan trigliserida mengalami penurunan yang sangat signifikan. Salah satu efek dari penurunan trigliserida yang signifikan, akan mengakibatkan pengurangan dari lipolisis dan pengurangan pembentukan asam lemak bebas. Sehingga, resistensi insulin dapat diturunkan.
Dalam beberapa uji klinik secara acak, buta ganda dan terkontrol untuk mengevaluasi efikasi dari DLBS3233 (Inlacin®) pada pasien DM tipe 2 menunjukan penurunan HbA1C sebesar 1,13% di minggu ke 6, dibandingkan dengan placebo. Inlacin® terbukti mampu menurunkan resistensi insulin melalui penurunan HOMA-IR1 selama pemberian 6 minggu. Inlacin® juga mampu menurunkan kadar gula darah postprandial setelah terapi 6 minggu.
Menurut Prof. Askandar, Inlacin® merupakan terapi baru dalam pengobatan pasien diabetes. Inlacin® dapat memperbaiki resistensi insulin, melalui beberapa mekanisme, di antaranya mengembalikan fosforilasi pada receptor insulin yang tepat yakni tyrosine, sehingga akan menekan resistensi insulin. Selain itu, Inlacin® mampu meng-up-regulasi PPAR-gama dan PPAR-delta sehingga akan meningkatkan sintesis GLUT-4, baik jumlah maupun tingkat aktivitasnya. Inlacin® juga terbukti mampu meningkatkan translokasi GLUT-4 dari sitoplasma menuju membrane, dan yang terakhir menurunkan TNF-alfa.
Inilah yang membedakan Inlacin® dengan pioglitazon, karena pioglitazon tidak meningkatkan jumlah GLUT-4 dan hanya meningkatkan aktivitasnya. Sedangkan DLBS3233 (Inlacin®) dapat meningkatkan jumlah GLUT-4 dan meningkatkan aktivitasnya, sehingga banyak keuntungan yang didapatkan,” ujar. Prof. Askandar. (Sumber: Majalah Ethical Digest, No. 87, Thn. IX, Mei 2011, Hal. 56)
Dikutip sepenuhnya dari blog Pak Raymond.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar